Senin, 14 Maret 2016

Pangeran Pembicara yang baik dan Siluman

PANGERAN PEMBICARA YANG BAIK DAN SILUMAN AIR (Bagian 1. Tumimbal Lahir Seorang Bodhisatwa)

            Pada suatu waktu, hiduplah seorang raja yang sangat berbudi. Sang raja memiliki seorang ratu yang cantik yang telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang mungil. Hal ini membuat raja sangat bahagia. Raja memutuskan untuk memberikan sebuah nama yang mungkin dapat membantunya di kehidupan nanti. Untuk itu Raja memanggilnya Pangeran Goodspeaker (pembicara yang baik).
Pangeran ini bukanlah bayi biasa seperti pada umumnya. Ini bukanlah kehidupan ataupun kelahirannya yang pertama. Tapi jutaan tahun sebelumnya, ia sudah menjadi seorang pengikut dari ajaran yang sudah lama dilupakan ‘Buddha’, seseorang yang tercerahkan. Ia sudah bertekad dengan sepenuh hatinya untuk menjadi seorang Buddha seperti guru tercintanya.

            Ia dilahirkan kembali di banyak kehidupan, terkadang dilahirkan sebagai binatang-binatang yang malang, kadang terlahir sebagai dewa-dewa yang berumur panjang dan terkadang ia terlahir sebagai seorang manusia biasa. Ia selalu berusaha belajar dari kesalahan-kesalahannya dan mengembangkan 10 paramita (kesempurnaan). Dengan begitu ia dapat mensucikan pikirannya dan membersihkan tiga akar sebab-sebab dari kejahatan: kemelekatan, kemarahan dan pandangan salah (tentang adanya “aku” dari diri yang terpisah). Dengan menggunakan kesempurnaan itu, suatu hari ia akan dapat menggantikan kekotoran batin dengan tiga kemurnian: ketidakmelekatan, cinta kasih dan kebijaksanaan.
            Makhluk hebat ini telah menjadi pengikut yang rendah hati dari seorang Buddha yang telah terlupakan. Tujuannya adalah untuk mencapai penerangan yang sama dari seorang Buddha-penemu dari kebenaran yang sempurna. Jadi orang-orang menyebutnya “Bodhisatta”, yang artinya “Makhluk yang tercerahkan.” Tak satu pun yang benar-benar tahu tentang milyaran kehidupan yang dialami oleh pahlawan yang hebat ini. Tetapi akhirnya kisah-kisah telah diceritakan – termasuk kisah yang satu ini yaitu tentang seorang pangeran yang dipanggil dengan sebutan Goodspeaker. Setelah banyak kelahiran kembali, dia menjadi seorang Buddha yang diingat dan dicintai di seluruh dunia saat ini.

(Bagian 2. Ajaran Dari Para Dewa)

            Pada suatu hari, Sang Ratu melahirkan anak laki-laki lagi yang diberi nama Pangeran Bulan. Singkat cerita, ketika kedua anak-anak laki-laki tersebut mulai berjalan, ibu mereka tiba-tiba sakit keras dan meninggal.
            Untuk membantu menjaga anak-anaknya yang senang bermain, raja mencari seorang putri untuk dijadikan ratu barunya. Beberapa tahun kemudian, ratu baru ini melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, dan diberi nama Pangeran Matahari. Sejak itu, raja sangat bahagia, ia ingin menyenangkan ratu dan memberikan hadiah karena telah membesarkan ketiga orang anaknya. Untuk itu raja berjanji untuk mengabulkan satu permintaannya. Ratu berterima-kasih dan berkata “Terima-kasih Rajaku,saya akan menggunakan permintaan saya di masa depan.”
            Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga pangeran tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Ratu melihat bahwa Pangeran Goodspeaker adalah pangeran yang cerdas dan pengertian. Ratu berpikir, “Jika kedua pangeran tertua ini masih berada di istana, putraku Pangeran Matahari tidak akan punya kesempatan untuk menjadi seorang raja. Oleh karena itu, aku harus melakukan sesuatu untuk menjadikan putraku raja selanjutnya.”
            Suatu hari, ketika raja sedang dalam suasana hati yang baik, ratu mendekatinya dengan penuh rasa hormat dan mengingatkan raja tentang janjinya akan sebuah permintaan. Sang Raja sangat gembira dan berkata, “Mintalah apa pun yang kau inginkan!”, Sang Ratu berkata, “Oh suamiku dan Rajaku, kabulkanlah setelah masa hidupmu berakhir, jadikan anakku Pangeran Matahari raja selanjutnya.”
            Raja terkejut dengan permintaan tersebut. Dia menjadi marah dan berkata, “Kedua anakku yang lebih tua sama cermelangnya seperti bintang-bintang. Bagaimana bisa aku memberikan kerajaan ini kepada anak laki-lakiku yang ketiga? Semua orang akan menyalahkanku. Hal itu tidak boleh dilakukan!” Ratu tetap diam.
            Sebahagia-bahagianya Raja, sekarang ia menjadi seperti tidak bahagia. Ia takut dan dipenuhi oleh keraguan. Ia curiga Ratu mungkin akan membunuh anak pertama dan anak keduanya dengan beberapa cara jahat. Ia memutuskan bahwa ia harus memastikan keselamatan anak-anaknya.
            Diam-diam, Raja memanggil Pangeran Goodspeaker dan Pangerang Bulan untuk menghadap. Raja mengatakan kepada mereka tentang keinginan Ratu yang membahayakan. Dengan perasaan sedih, Raja mengatakan bahwa satu-satunya hal aman yang harus mereka lakukan adalah meninggalkan kerajaan. Mereka harus kembali hanya setelah ayah mereka meninggal dan mengambil tempat yang menjadi hak mereka memerintah kerajaan. Kedua pangeran yang patuh itu mengikuti perintah ayahnya dan bersiap-siap untuk meninggalkan kerajaan.
            Dalam beberapa hari, mereka sudah siap pergi. Mereka merasa sedih mengucapkan selamat tinggal kepada ayah dan teman-teman mereka, serta meninggalkan istana. Di perjalanan mereka menuju kebun kerajaan, mereka menemui Pangeran Matahari. Pangeran Matahari selalu sayang dan ramah kepada kedua kakak tirinya. Ia sedih ketika mendengar kedua kakak tirinya akan pergi untuk waktu yang sangat lama. Untuk itu, ia memutuskan akan pergi juga meninggalkan kerajaan. Ketiga pangeran yang bersahabat itu berangkat bersama-sama.
            Beberapa bulan perjalanan, sampailah mereka di sebuah hutan negeri Himalaya. Mereka sangat lelah dan duduk di bawah pohon. Kakak tertuanya Pangeran Goodspeaker berkata kepada saudaranya yang paling muda Pangeran Matahari, “Tolong turun ke danau terdekat di bawah sana dan isi beberapa daun teratai dengan air. Bawalah kesini, sehingga kita semua bisa minum.”
            Mereka tidak tahu kalau danau biru tua yang indah itu dikuasai oleh siluman air! Ia diperbolehkan oleh raja siluman untuk memakan makhluk apa pun yang ia bisa yakini masuk ke dalam air. Namun ada juga satu kondisi, ia tidak dapat memakan siapa pun yang tahu jawaban dari sebuah pertanyaan, “Apa ajaran dari para dewa?”
            Ketika Pangeran Matahari sampai di tepi danau, karena merasa haus, kotor dan lelah, ia langsung masuk ke dalam air tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Tiba-tiba, muncullah siluman air  dari dalam air dan menangkapnya. Lalu siluman air menanyainya, “Apa ajaran dari para dewa?” Pangeran Matahari menjawab, “Aku mengetahui jawabannya, matahari dan bulan adalah ajaran dari para dewa.” “Kau tidak tahu ajaran dari para dewa, untuk itu kau menjadi milikku!” kata siluman air. Kemudian ia menarik Pangeran Matahari kedalam air dan memenjarakannya di dalam gua.
            Menyadari Pangeran Matahari telah pergi lama dan belum kembali, Pangeran Goodspeaker meminta saudara keduanya, Pangeran Bulan untuk pergi turun ke danau dan membawa air dengan danau teratai. Ketika Pangeran Bulan sampai di sana, ia pun langsung masuk ke dalam air tanpa memeriksa terlebih dahulu. Sekali lagi, siluman air muncul ke permukaan menangkapnya dan menanyainya, “Apa ajaran dari para dewa?” Pangeran Bulan berkata, “Aku tahu jawabannya, 4 arah - Utara, Timur, Selatan dan Barat – ini adalah ajaran dari para dewa.” “Kau tidak tahu ajaran dari para dewa, untuk itu kau menjadi milikku!” Sahut si Siluman air. Kemudian ia memenjarakan Pangeran Bulan di gua bawah air, tempat yang sama dengan Pangeran Matahari.
            Ketika kedua saudara laki-lakinya tidak kembali, Pangeran Goodspeaker mulai merasa khawatir kalau-kalau mereka sedang dalam bahaya. Kemudian pergilah ia ke danau biru tua yang indah itu. Karena Pangeran Goodspeaker adalah seorang yang bijaksana dan hati-hati, ia tidak secara langsung masuk ke dalam air. Akan tetapi, ia menyelidiki dan melihat bahwa ada 2 pasang jejak kaki menuju ke dalam danau, tetapi tidak ada yang menandakan keluar dari air. Untuk melindungi dirinya, ia mengeluarkan pedang, busur dan panahnya yang siap digunakan. Ia mulai berjalan mengelilingi danau.
            Melihat bahwa pangeran ini tidak pergi menuju ke dalam danau, siluman menampakkan dirinya dengan menyamar sebagai orang desa yang sederhana. Siluman yang sedang menyamar itu berkata kepadanya, “Temanku, kamu terlihat lelah dan kotor dari perjalanan yang panjang. Mengapa kamu tidak masuk ke dalam air untuk mandi, minum, dan juga makan beberapa akar teratai?”
            Mengingat jejak-jejak kaki yang satu arah, Pangeran Goodspeaker berkata, “Kamu pasti salah satu siluman yang sedang menyamar sebagai manusia! Apa yang telah kamu lakukan terhadap saudara-saudaraku?” Merasa terkejut karena dikenali dengan sangat cepat, siluman air kembali ke wujud asalnya yang buas. Ia berkata kepada pangeran yang bijaksana itu, “Atas hakku, aku sudah menangkap kedua saudara laki-laki mu.”
            Pangeran bertanya, “Untuk alasan apa?” “Untuk segera memakan mereka!” Siluman air menjawab, “Aku mendapatkan ijin dari Rajaku untuk memakan semua yang masuk ke dalam air dan tidak mengetahui ajaran dari para dewa. Jika siapa pun tahu ajaran dari para dewa, aku tidak diperbolehkan memakannya.”
            Pangeran bertanya, “Menapa kau ingin tahu hal ini? Apa keuntungannya bagi siluman sepertimu mengetahui ajaran dari para dewa?” Siluman air menjawab, “Aku tahu bahwa pasti ada beberapa keuntungan untuk diriku.” “Kalau begitu aku akan memberitahu kau apa yang dewa ajarkan,” kata Pangeran Goodspeaker, “Tetapi aku punya masalah. Lihat diriku, aku dipenuhi oleh debu dan kotor karena melakukan perjalanan. Aku tidak dapat berbicara ajaran-ajaran bijaksana dalam keadaan seperti ini.”
            Sejak saat itu, siluman air menyadari bahwa pangeran ini benar-benar bijaksana. Kemudian dia memandikan dan menyegarkannya. Ia memberikannya air untuk diminum dari daun teratai dan akar teratai yang lembut untuk dimakan. Ia menyediakan tempat duduk yang nyaman untuknya, dihiasi dengan bunga-bunga liar yang indah. Setelah meletakkan pedang, busur dan panah disisinya, Yang Tercerahkan duduk di atas tempat duduk yang dihiasi itu. Siluman yang buas itu duduk di atas kakinya, seperti seorang murid yang sedang mendengarkan seorang guru yang dihormati.
            Pangeran Goodspeaker kemudian berkata, “Ini adalah ajaran dari para dewa :
Kau seharusnya malu melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
Kau seharusnya takut melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
Kau seharusnya selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat yang membawa kebahagiaan bagi makhluk lain dan menolong umat manusia, Sehingga kau akan berkilauan oleh cahaya dari dalam ketenangan dan kedamaian.”
Siluman air gembira dengan jawaban ini dan berkata “Pangeran yang berfaedah, kau sudah benar-benar memuaskan pertanyaanku. Kau telah membuatku sangat bahagia, aku akan mengembalikan satu dari dua saudara lelakimu. Yang mana yang kamu pilih?”
            Pangeran Goodspeaker berkata, “Lepaskan saudaraku yang termuda, Pangeran Matahari.” Mendegar ini siluman menjawab, “Tuanku pangeran yang bijaksana, kau mengetahui ajaran dari para dewa tetapi kau tidak mempraktikkannya!” Pangeran menjawab, “Kenapa kau berkata demikian?” Siluman itu berkata, “Karena kau membiarkan saudaramu yang lebih tua mati dan menyelamatkan yang lebih muda. Kau tidak menghormati yang tua!”
            Sang Pangeran lalu berkata, “Oh siluman, aku tahu ajaran dari para dewa dan aku mempraktikannya. Kami tiga pangeran datang ke hutan ini karena saudara yang paling muda. Ibunya meminta kerajaan ayah kami untuknya. Karena itulah, ayah kami mengirim kami ke sini untuk melindungi kami. Pangeran yang termuda, Pangeran Matahari ikut serta dengan kami karena persahabatan. Tetapi jika kami kembali ke istana tanpa dirinya dan berkata dia dimakan oleh siluman air yang ingin tahu ajaran dari para dewa, siapa yang akan mempercayai kami? Mereka akan berpikir kami membunuhnya karena ia adalah sebab dari ancaman keselamatan kami. Ini akan membawa rasa malu bagi kami dan ketidakbahagiaan kerajaan. Takut akan hasil yang buruk, aku beritahukan lagi kepadamu untuk melepaskan Pangeran Matahari.”
            Siluman air sangat senang dengan jawaban ini, lalu ia berkata, “Perbuatan yang sangat baik, sangat baik tuanku. Kau tahu ajaran para dewa yang sebenarnya dan kau benar-benar mempraktikan ajaran benar tersebut. Aku akan dengan sangat senang mengembalikan kedua suadara-saudaramu!” Setelah mengatakan hal itu, ia masuk ke dalam danau dan membawa kedua pangeran kembali ke pesisir. Keduanya basah kuyup, tetapi tidak terluka.
            Kemudian, Bodhisatta memberikan lagi nasehat yang bermanfaat kepada siluman air. Ia berkata, “Oh siluman air teman baruku, kau pasti telah melakukan banyak perbuatan tidak bermanfaat di kehidupanmu yang sebelumnya, untuk itu kau terlahir sebagai siluman pemakan daging dan jika kau lanjutkan hal ini, kau akan terperangkap di dalam sebuah keadaan yang mengerikan bahkan di kehidupanmu yang akan datang. Karena perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat akan menghasilkan rasa malu, takut dan kelahiran kembali yang tidak menyenangkan. Tetapi perbuatan yang bermanfaat menghasilkan harga diri, kedamaian dan kelahiran kembali yang menyenangkan. Oleh karena itu, mulai sekarang akan lebih baik untukmu melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat daripada perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.” Hal ini mengubah si Siluman dari cara lamanya, dan para pangeran bersama-sama hidup bahagia di bawah perlindungan siluman air.
            Suatu hari, datang kabar bahwa raja telah meninggal. Untuk itu, ketiga pangeran dan teman mereka si Siluman air kembali ke ibu kota. Pangeran Goodspeaker dinobatkan menjadi raja. Pangeran Bulan menjadi kepala menteri dan Pangeran Matahari menjadi komandan pasukan. Siluman air dihadiahkan tempat yang aman untuk tinggal, tempat ia diberi makan dengan baik, dirawat dan dihibur selama sisa hidupnya. Dengan cara ini, mereka semua memperoleh pikiran yang bermanfaat, yang menuntun mereka terlahir kembali di alam surga.

Pesan moral: Tindakan tidak bermanfaat hanya membawa rasa malu dan takut. Tindakan yang bermanfaat membawa harga diri dan kedamaian.

Pangeran Kecil Tanpa Ayah (Kekuatan Kejujuran)

PANGERAN KECIL TANPA AYAH (Kekuatan Kejujuran)

            Pada suatu hari, Raja Benares pergi piknik ke dalam hutan. Keindahan bunga-bunga, pohon-pohon dan buah-buahan membuatnya sangat bahagia. Sambil menikmati keindahan itu, perlahan-lahan ia masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi ke dalam hutan. Tak lama kemudian, ia terpisah dari rombongannya dan menyadari bahwa dia hanya seorang diri saja.
            Lalu Raja mendengar suara merdu dari seorang wanita muda, yang sedang bernyanyi sambil mengumpulkan kayu bakar. Agar tidak merasa takut karena seorang diri di dalam hutan, sang Raja mengikuti bunyi dari suara yang merdu itu. Ketika akhirnya raja sampai di hadapan si pelantun lagu, raja melihat bahwa ia adalah seorang wanita muda yang cantik, dan raja seketika jatuh cinta kepadanya. Mereka menjadi sangat bersahabat, dan Raja menjadi ayah dari anak wanita pengumpul kayu bakar.
            Kemudian, Raja menjelaskan kenapa ia bisa tersesat di dalam hutan dan meyakinkan wanita itu kalau dia memang benar-benar Raja Benares. Wanita itu memberitahukan arah kepada Raja untuk dapat kembali ke istana. Raja memberikan cincin capnya yang berharga kepada si wanita muda itu dan berkata, “Jika kau melahirkan bayi perempuan, jual cincin ini dan gunakan uangnya untuk membesarkan anak itu dengan baik. Jika anak kita seorang laki-laki, bawa ia menghadapku bersama dengan cincin ini sebagai tanda pengenal.” Setelah berkata, Raja berangkat menuju Benares.
            Ketika waktunya tiba, wanita pengumpul kayu bakar melahirkan seorang bayi laki-laki. Sebagai wanita sederhana yang pemalu, ia takut membawa anaknya ke istana yang megah di Benares, jadi ia menyimpan cincin cap raja.
            Dalam beberapa tahun, anaknya tumbuh menjadi seorang anak laki-laki. Ketika ia bermain dengan anak-anak lainnya di desa, mereka mengejek dan menganiayanya, bahkan memulai perkelahian dengannya. Itu karena ibunya tidak menikah maka anak-anak lain mengganggunya. Mereka berteriak kepadanya “Tanpa ayah! Tanpa ayah! Tanpa Ayah! Namamu seharusnya Tanpa ayah!”
            Hal ini tentu membuat si anak merasa malu, terluka dan sedih. Terkadang ia berlari pulang menemui ibunya sambil menangis. Suatu hari ia memberitahukan ibunya bagaimana anak-anak lain memanggilnya dengan sebutan “Tanpa ayah! Tanpa ayah! Namamu seharusnya Tanpa ayah!” Lalu ibunya berkata, “Jangan malu anakku. Kau bukan hanya seorang anak biasa. Ayahmu adalah Raja Benares.”
            Anak laki-laki itu sangat terkejut. Ia bertanya kepada ibunya, “Apakah ibu punya buktinya?” Jadi ibunya memberitahukan kepadanya mengenai cincin cap yang diberikan ayahnya, dan jika bayi ibu seorang laki-laki, dia harus membawanya ke Benares bersamaan dengan cincin itu sebagai bukti. Anak laki-laki itu berkata, “Kalau begitu, ayo pergi!” Karena kejadian itu, ibunya menyetujui permintaan anaknya dan hari berikutnya mereka berangkat ke Benares.
            Ketika mereka sampai di istana raja, penjaga gerbang memberitahu raja bahwa wanita pengumpul kayu bakar anak laki-lakinya ingin bertemu dengan raja. Mereka menuju ruang pertemuan istana, di sana dipenuhi oleh menteri-menteri dan penasihat-penasihat raja. Perempuan itu mengingatkan raja tentang hari-hari bersama mereka di hutan. Akhirnya si Perempuan berkata, “Yang Mulia Baginda, ini adalah anak laki-lakimu.”
            Raja malu di depan semua ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir di istananya. Jadi, walaupun ia tahu bahwa perempuan itu berbicara yang sebenarnya. Raja berkata, “Dia bukan anakku!” Kemudian ibu muda yang penuh kasih itu menunjukan cincin cap sebagai bukti. Sekali lagi raja merasa malu dan memungkiri kebenaran, berkata “Ini bukan cincinku!”
            Lalu wanita yang malang itu berpikir kepada dirinya sendiri, “Aku tidak punya saksi ataupun bukti untuk membuktikan perkataanku. Aku hanya punya keyakinanku di dalam kekuatan kejujuran.” Jadi ia berkata kepada Raja, “Jika aku lemparkan anak laki-laki ini ke udara, jika ia benar adalah anakmu, ia akan tetap berada di atas udara tanpa jatuh. Jika ia bukan anakmu, ia akan jatuh ke lantai dan mati.”
            Tiba-tiba, perempuan itu mengambil kaki anak laki-lakinya dan meleparnya ke udara. Seketika itu juga, anak laki-laki itu duduk dengan kaki bersila, menggantung di tengah-tengah udara tanpa jatuh. Setiap orang heran, tidak dapat berkata apa-apa. Dengan tetap berada di udara, anak laki-laki itu berkata kepada Raja, “Tuanku, aku benar-benar seorang anak laki-laki yang dilahirkan untukmu. Kau merawat banyak orang yang tidak punya hubungan darah denganmu. Kau bahkan memelihara gajah-gajah, kuda-kuda dan binatang lainnya yang tidak terhitung banyaknya. Tetapi kau tidak berpikir untuk memelihara dan membesarkanku, anakmu sendiri. Tolong rawat aku dan ibuku.”
            Mendengar ini, harga diri raja kembali. Ia merasa rendah hati oleh kebenaran dari kata-kata yang luar biasa anak laki-laki tersebut. Ia mengulurkan tangannya dan berkata, “Datanglah padaku anak laki-lakiku dan aku akan merawat mu dengan baik.”
            Kagum dengan keajaiban itu, semua orang di dalam istana menjulurkan tangannya dan meminta anak laki-laki yang melayang di udara itu untuk turun kepadanya. Tetapi anak itu langsung turun dari tengah-tengah udara menuju lengan ayahnya. Dengan anaknya yang duduk di pangkuan, raja mengumumkan bahwa ia akan menjadi putra mahkota dan ibunya akan menjadi ratu nomor satu.
            Dengan demikian, raja dan seluruh isi istananya belajar tentang kekuatan dari kejujuran. Benares dikenal sebagai tempat keadilan yang jujur. Ketika raja meninggal. Putra mahkota yang telah tumbuh besar ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa kelahiran yang bagaimanapun juga semuanya berhak dihormati. Jadi ia menobatkan dirinya sendiri dengan nama  “Raja Tanpa ayah”. Ia melanjutkan memerintah kerajaan dengan cara yang murah hati dan berbudi.

Pesan moral : Kebenaran selalu lebih kuat dari pada kebohongan.

Pangeran Keseratus (Patuh Kepada Seorang Guru yang Bijaksana)

PANGERAN KESERATUS (Patuh Kepada Seorang Guru yang Bijaksana)

            Pada suatu ketika, hiduplah seorang raja yang mempunyai seratus orang anak laki-laki. Anaknya yang termuda, yang keseratus bernama Pangeran Gamani. Dia sangat penuh semangat, sabar dan baik hati.
            Semua pangeran akan dikirim untuk belajar pada para guru. Pangeran Gamani, walaupun ia berada di urutan ke seratus dalam tahta, ia cukup beruntung mendapatkan guru yang terbaik. Ia mendapatkan seorang guru yang paling banyak belajar dan paling bijaksana dari guru-guru lainnya. Guru itu bagaikan seorang ayah bagi Pangeran Gamani, yang disukai, hormati dan dipatuhinya.

            Pada saat itu, sudah menjadi kebiasaan untuk mengirimkan setiap pangeran-pangeran terpelajar ke daerah yang berlainan. Di sana dia akan mengembangkan negeri itu dan orang-orangnya. Ketika Pangeran Gamani sudah cukup dewasa untuk tugas ini. Ia pergi menemui gurunya dan bertanya daerah mana yang harus dia minta. Gurunya berkata, “Jangan memilih daerah mana pun. Akan tetapi, katakan kepada Raja ayahmu, bahwa jika ia mengirimmu, anaknya yang ke seratus keluar ke suatu daerah, tidak akan ada anak laki-laki yang tersisa untuk melayaninya di dalam kota tempat tinggalnya sendiri.” Pangeran Gamani mematuhi gurunya dan membantu ayahnya dengan kebaikan dan kesetiaannya.
            Kemudian pangeran itu menemui kembali gurunya dan bertanya, “Pelayanan bagaimana yang paling baik yang dapat aku berikan kepada ayahku dan rakyat di dalam ibu kota ini?” Guru yang bijaksana itu menjawab, “Mintalah kepada Raja untuk membiarkanmu menjadi salah satu orang yang mengumpulkan bayaran dan pajak-pajak dan bagikan keuntungannya kepada rakyat. Jika Raja menyetujuinya, maka embanlah tugasmu itu secara jujur dan adil, dengan kekuatan dan kebaikan.”
            Sekali lagi pangeran mengikuti nasihat dari gurunya. Karena percaya kepada anak laki-lakinya yang ke seratus, raja senang menugaskan pekerjaan-pekerjaan ini kepadanya. Ketika pangeran pergi keluar untuk melakukan tugas yang sulit yaitu mengumpulkan tagihan dan pajak-pajak, pangeran muda itu selalu ramah, adil dan taat aturan. Ketika ia membagikan makanan kepada yang lapar dan barang-barang kebutuhan lainnya kepada yang membutuhkan, ia pun sangat murah hati, baik dan simpatik. Tak lama kemudian, Pangeran keseratus dihormati dan disayangi oleh rakyat.
            Akhirnya sebelum raja meninggal, menteri kerajaannya menanyakan siapa yang harus menjadi raja selanjutnya. Saat itu raja berkata bahwa keseratus anak-anaknya punya hak untuk menjadi raja. Keputusan ini harus diserahkan kepada rakyat.
            Setelah raja meninggal, seluruh rakyat setuju untuk menjadikan pangeran keseratus menjadi raja selanjutnya. Karena kebaikannya, rakyat menobatkan dia sebagai Raja Gamani yang berbudi.
            Ketika kesembilan puluh sembilan saudara laki-lakinya mendengar kejadian ini, mereka berpikir kalau mereka sudah dihina. Dipenuhi oleh kemarahan dan kecemburuan, saudara-saudaranya itu menyiapkan peperangan. Mereka mengirim pesan kepada Raja Gamani dengan berkata, “Kami semua adalah saudara tuamu. Negara tetangga akan menertawakan kami, jika kami diperintah oleh pangeran keseratus. Serahkan kerajaan atau kami ambil alih dengan peperangan!”
            Setelah Raja Gamani menerima pesan ini. Raja Gamani menyampaikan hal ini ke gurunya yang bijaksana, dan memintanya nasehat.
            Guru yang lembut dan terhormat ini adalah tumimbal lahir Bodhisatta. Dia berkata, “Katakan kepada mereka kalau kau menolak untuk berperang melawan saudara-saudaramu. Katakan kepada mereka kau tak akan membantu mereka membunuh orang-orang tak bersalah yang sudah kau kenal dan cintai. Katakan kepada mereka, sebaliknya kau sedang membagi kekayaan raja di antara semua seratus pangeran. Kemudian kirimkan masing-masing dari porsi mereka.” Sekali lagi Raja menghormati dan menuruti nasihat gurunya.
            Sementara itu, sembilan puluh sembilan pangeran yang lebih tua sudah membawa sembilan puluh sembilan pasukan kecil mereka untuk mengepung ibu kota istana. Ketika mereka menerima pesan raja dan porsi-porsi kecil dari harta kekayaan istana, mereka mengadakan pertemuan. Mereka memutuskan bahwa setiap porsi itu terlalu kecil bahkan hampir tidak berarti. Oleh sebab itu, mereka tidak menerimanya.
             Tetapi kemudian mereka menyadari bahwa sama halnya jika mereka memerangi Raja Gamani dan kemudian dengan satu sama lainnya, kerajaan itu sendiri akan dibagi menjadi bagian kecil porsi yang tak berharga. Setiap bagian kecil dari satu kerajaan yang sangat besar akan menjadi lemah di hadapan negara yang tidak bersahabat mana pun. Jadi mereka mengirim kembali porsi-porsi mereka dari harta kekayaan istana sebagai tawaran perdamaian, dan menerima pemerintahan Raja Gamani.
            Raja merasa senang dan mengundang saudara-saudara laki-lakinya ke istana untuk merayakan perdamaian dan persatuan kerajaan. Dia menjamu mereka dengan cara yang paling sempurna, dengan kemurahan hati, komunikasi yang menyenangkan, menetapkan intruksi demi kebaikan mereka, dan memperlakukan semua dengan kebaikan yang sama.
            Dengan begitu Raja dan 99 pangeran menjadi lebih dekat sebagai sahabat daripada sebelumnya ketika mereka sebagai saudara. Mereka kuat dengan dukungan satu sama lain. Hal ini diketahui oleh seluruh negara-negara sekitarnya, jadi tak ada satu pun negara yang mengancam kerajaan dan rakyatnya. Setelah beberapa bulan, 99 saudara-saudara itu kembali ke daerahnya masing-masing.
            Raja Gamani yang berbudi mengundang gurunya yang bijaksana untuk tinggal di istana. Ia menghormatinya dengan kekayaan yang berlimpah dan banyak hadiah. Ia mengadakan perayaan untuk guru yang dihormatinya, dengan mengatakan kepada seluruh orang yang hadir di istana, “Aku, yang dulu adalah pangeran keseratus, di antara seratus pangeran yang berkompeten, berhutang seluruh kesuksesanku, kepada nasihat bijaksana dari guruku yang murah hati dan pengertian. Demikian juga, semua yang mengikuti nasihat guru mereka yang bijaksana, akan memperoleh kemakmuran dan kebahagiaan bahkan kesatuan dan kekuatan dari kerajaan, kita berhutang kepada guruku yang tercinta.”
            Kerajaan menjadi makmur di bawah kemurahan hati dan pemerintahan dari Raja Gamani yang berbudi.

Pesan moral : Seseorang dihadiahi seratus kali lipat selama mengikuti nasehat dari seorang guru yang bijaksana.

Raja dengan satu uban (Pentahbisan)

RAJA DENGAN SATU UBAN ( PENTAHBISAN)

            4000 tahun berlalu, sampai Makhadeva sudah menjadi raja muda selama 84.000 tahun lamanya. Kemudian pada suatu hari ketika si pemangkas rambut istana sedang memangkas rambut sang raja, ia menemukan sehelai kecil rambut putih di atas kepala raja. Untuk itu ia berkata “Oh tuanku, aku melihat sehelai rambut putih di kepalamu,” Raja kemudian berkata, “Jika begitu, cabutlah dan letakan di atas tanganku.” Si pemangkas rambut mengambil penjepit emasnya lalu mencabut keluar sehelai rambut putih itu dan kemudian menaruhnya di tangan raja.
            Pada saat itu, raja masih dapat hidup setidaknya 84.000 tahun lagi sebagai seorang raja tua! Melihat sehelai rambut putih di tangannya, ia menjadi sangat takut akan kematian. Ia merasakan seolah-olah kematian hampir mendekatinya, ia bagaikan terperangkap di dalam sebuah rumah yang sedang terbakar. Ia sangat takut hingga keringat bercucuran di punggungnya dan ia bergemetar.
            Raja Makhadeva berpikir, “Oh raja yang bodoh, kau sudah menyia-nyiakan seluruh kehidupan panjang ini dan sekarang kau hampir mati. Kau belum berusaha untuk memusnahkan keserakahan dan iri hatimu, untuk hidup tanpa membenci, dan melenyapkan kebodohanmu dengan mempelajari kebenaran dan menjadi bijaksana.”
            Ketika ia memikirkan hal ini, badannya menjadi panas dan keringatnya terus becucuran dan kemudian ia memutuskan sekali untuk selamanya, “Sudah waktunya untuk menyerahkan kerajaan, ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu dan berlatih meditasi.” Setelah berpikir demikian, ia menghadiahkan penghasila dari seluruh kota kepada si pemangkas rambut. Penghasilan itu sebesar 100.000 pertahun.
            Kemudian raja memanggil anak laki-laki tertuanya dan berkata “Anakku, Aku sudah melihat sehelai rambut putih di kepalaku. Aku sudah menjadi tua. Aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi dari kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah. Ketika aku mati, aku ingin dilahirkan kembali di dalam alam surga, untuk menikmati kesenangan-kesenangan para dewa, jadi aku akan ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu. Sekarang kau harus bertanggung jawab dalam memerintah negara. Aku akan menjalani kehidupan sebagai seorang bhikkhu di hutan.”
            Mendengar hal ini, menteri kerajaan dan orang yang hadir di istana saat itu cepat-cepat menghampiri raja dan berkata “Rajaku, kenapa secara tiba-tiba kau ingin ditahbiskan?”
Raja mengangkat sehelai rambut putih di dalam gengggamannya dan berkata, “Menteri-menteri dan orang-orangku, aku sudah sadar bahwa ubanku ini menunjukan 3 keadaan kehidupan – remaja, dewasa, dan tua – yang nantinya menuju akhir. Uban pertamaku ini adalah membawa pesan kematian yang duduk di atas kepalaku. Uban bagaikan malaikat-malaikat yang dikirim oleh dewa kematian. Oleh karena itu, hari ini adalah waktu bagiku untuk ditahbiskan.”
            Rakyat mencucurkan air mata atas berita pelengserannya. Raja Makhadeva melepaskan kehidupan istananya, pergi ke dalam hutan, dan ditahbiskan menjadi bhikkhu. Di sana ia mempraktikan apa yang orang-orang suci sebut ‘Empat Keadaan Pikiran yang Amat Menyenangkan’. Pertama adalah cinta kasih, rasa sayang yang universal. Kedua adalah perasaan simpati dan merasa kasihan terhadap semua makhluk yang menderita. Ketiga adalah perasaan bahagia terhadap semua makhluk yang bergembira. Dan yang keempat adalah keadaan yang tenang dan seimbang, bahkan di dalam menghadapi kesusahan.
            Setelah 84.000 tahun berusaha bermeditasi dengan sungguh-sungguh dan mempraktikan keempat keadaan pikiran tersebut sebagai seorang bhikkhu hutan yang rendah hati, Bodhisatta itu meninggal. Ia terlahir kembali di dalam surga yang tinggi, untuk menjalani kehidupan selama jutaan tahun lamanya.

Pesan moral : Sebuah kehidupan yang panjang pun terlalu pendek untuk disia-siakan.
KEBAIKAN YANG AGUNG.

Moral: Menolak merugikan yang lain, hati yang baik memenangkan semua

 
Pada suatu masa, di Benares, India Utara, sang Bodhisattva terlahir dalam keluarga kerajaan. Ketika Beliau menjadi raja, Beliau dipangil dengan sebutan Kebaikan Yang Agung. Beliau mendapatkan panggilan tersebut karena Beliau selalu mencoba berbuat baik sepanjang waktu, bahkan ketika hasilnya mungkin tidak menguntungkan Beliau. Sebagai contoh, Beliau menghabiskan kebanyakan harta kerajaan untuk rumah dana, dan beliau menjalankan enam rumah dana. Di rumah-rumah ini, makanan dan bantuan diberikan secara gratis untuk semua yang miskin dan membutuhkan yang datang, bahkan para pengembara yang tidak dikenal. Segera, Raja Kebaikan Yang Agung menjadi terkenal atas kesabaran, cinta kasih dan kasih sayangnya. Dikisahkan bahwa Beliau mencintai semua makhluk hidup persis seperti seorang ayah mencintai anak-anaknya yang masih kecil.

Tentu saja, Raja Kebaikan juga memperingati hari-hari suci dengan tidak makan. Dan secara alamiah, Beliau mempraktekkan 'Lima Tahapan Pelatihan ,' tidak melakukan lima tindakan yang tidak bajik. Tindakan-tindakan ini adalah: menghancurkan kehidupan, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan tindakan seksual yang salah, berbicara tidak jujur, dan kehilangan kesadaran akibat pengaruh alkohol. Dengan demikian, kebaikannya yang lembut menjadi makin dan makin murni.

Karena Beliau tidak berkeinginan merugikan seorang pun, Raja Kebaikan Yang Agung bahkan menolak untuk memenjarakan atau melukai orang-orang yang berbuat salah. Mengetahui hal ini, salah seorang menteri tertingginya mencoba untuk mengambil keuntungan dari Beliau. Menteri ini membuat rencana untuk menipu beberapa wanita dalam tempat kediaman selir kerajaan. Setelah beberapa waktu, hal ini diketahui oleh semua dan dilaporkan kepada sang raja. Beliau memanggil menteri jahat ini kehadapannya dan berkata, "Saya telah menyelidiki dan menemukan bahwa kamu telah melakukan tindakan jahat. Hal ini telah tersebar dan kamu telah membuat dirimu sendiri hina di Benares ini. Jadi, akan lebih baik bagimu untuk pergi dan tinggal di tempat lain. Kamu boleh membawa semua harta kekayaan dan keluargamu. Pergilah ke mana pun yang kamu suka dan tinggallah di sana dengan bahagia. Belajarlah dari kesalahan ini."

Kemudian menteri ini membawa keluarga dan semua harta miliknya ke kota Kosala. Karena ia adalah orang yang sangat pintar, ia memiliki karir yang cemerlang dan menjadi seorang menteri raja. Dalam waktu singkat, ia menjadi penasehat yang paling dipercaya oleh Raja Kosala. Suatu hari, ia berkata, "Rajaku, saya datang ke sini dari Benares. Kota Benares adalah seperti sarang lebah di mana para lebah tidak memiliki sengat! Raja yang memerintah sangat lembut dan lemah. Hanya dengan sekumpulan tentara kecil, kamu dapat dengan mudah menaklukkan kota tersebut dan membuatnya menjadi milikmu."

Raja meragukan hal ini, jadi sang raja berkata, "Kamu adalah menteriku, tetapi kamu berbicara seperti seorang mata-mata yang membawaku menuju sebuah perangkap!" Ia menjawab, "Tidak rajaku. Jika kamu tidak percaya padaku, kirimlah mata-mata terbaikmu untuk memeriksa apa yang saya katakan. Saya tidak menipumu. Ketika para perampok dibawa ke hadapan Raja Benares, ia malah memberikan mereka uang, menasehati mereka untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan, dan kemudian melepaskan mereka kembali."

Sang raja memutuskan untuk mencari tahu kebenaran ini. Jadi, ia mengirim beberapa perampok untuk menyerang desa perbatasan yang jauh di wilayah Benares. Para orang desa menangkap para perusuh dan membawa mereka ke hadapan Raja Kebaikan Yang Agung. Beliau bertanya kepada mereka, "Kenapa kalian melakukan kejahatan seperti ini?"

Para perampok menjawab, "Yang Dipuja, kami adalah orang-orang miskin. Tidak ada cara untuk hidup tanpa uang. Karena kerajaanmu memiliki banyak pekerja, akibatnya tidak ada kerjaan sama sekali untuk kami lakukan. Jadi kami harus berbuat rusuh hanya untuk bertahan hidup. "Mendengar ini, sang raja memberikan mereka hadiah uang, menasehati mereka untuk mengubah cara hidup mereka, dan membebaskan mereka kembali.

Ketika Raja Kosala mendengar cerita ini, ia kembali mengirimkan segerombolan penjahat ke jalan-jalan di Benares. Mereka juga merampok toko-toko dan bahkan membunuh beberapa orang. Ketika mereka ditangkap dan dibawa ke hadapan Raja Kebaikan, Beliau memperlakukan mereka persis seperti para perampok pertama.

Mengetahui hal ini, Raja Kosala mulai menggerakkan pasukan dan gajahnya menuju Benares. Di masa itu, Raja Benares memiliki tentara perkasa termasuk gajah-gajah yang sangat perkasa. Ada begitu banyak prajurit-prajurit biasa, dan juga beberapa yang sebesar raksasa. Mereka terkenal dengan kemampuannya untuk menaklukkan seluruh India.

Prajurit-prajurit raksasa memberitahu Raja Kebaikan tentang sekelompok tentara kecil dari Kosala. Mereka meminta ijin untuk menyerang dan membunuh mereka semua. Tetapi Raja Kebaikan Yang Aung tidak mengirim mereka ke pertempuran. Beliau berkata, "Anak-anakku, janganlah bertempur hanya demi saya tetap menjadi raja. Jika kita menghancurkan hidup yang lain, kita juga menghancurkan kedamaian pikiran kita sendiri. Kenapa kita harus membunuh yang lain? Biarlah mereka memiliki kerajaan ini jika mereka begitu menginginkannya. Saya tidak akan bertempur."

Menteri-menteri kerajaan berkata, "Rajaku, kami akan menyerang mereka sendiri. Janganlah menguatirkan dirimu. Hanya, berikanlah kami perintah." Tetapi sekali lagi, Beliau mencegah mereka. Sementara itu, Raja Kosala mengirimkan peringatan kepada Beliau, memberitahu Beliau agar menyerah atau bertempur. Raja Kebaikan Yang Agung mengirimkan jawaban ini: "Saya tidak ingin kamu bertempur denganku, dan kamu juga tidak ingin saya bertempur denganmu. Jika kamu ingin kerajaan ini, kamu bisa miliki. Kenapa kita harus membunuh orang-orang untuk memutuskan nama raja mereka? Atau nama kerajaan ini sendiri?"

Mendengar hal ini, para menteri maju dan memohon, "Rajaku, mari kita keluar dengan tentara kita yang perkasa. Kita akan mengalahkan mereka dengan senjata-senjata kita dan menangkap mereka semua. Kita jauh lebih kuat dibandingkan mereka. Kita tidak akan membunuh seorang pun dari mereka. Dan di samping itu, jika kita menyerahkan kota ini, para tentara musuh dengan pasti akan membunuh kita semua!"

Tetapi Raja Kebaikan tidak tergerak sama sekali. Beliau menolak sama sekali untuk menyebabkan kerugian pada siapa pun. Beliau menjawab, "Bahkan jika kamu tidak bermaksud untuk membunuh, dengan bertempur banyak yang akan terluka. Akibat kecelakaan, beberapa mungkin mati. Tidak seorang pun yang tahu hal yang akan datang - apakah tindakan-tindakan kita sekarang benar atau salah. Oleh karenanya, saya tidak akan merugikan, atau menyebabkan yang lain rugi, satu makhluk hidup pun!"

Raja Kebaikan memerintahkan gerbang-gerbang kota dibuka untuk para penyerbu. Beliau membawa para menterinya ke lantai teratas istana dan menasehati mereka, "Jangan katakan apa pun dan cobalah untuk tetap tenang."

Raja Kosala memasuki kota Benares dan melihat ta seorang pun yang melawannya. Ia mengelilingi istana kerajaan. Ia menemukan bahkan pintu-pintu istana dibuka untuknya. Jadi dia dan para perajuritnya masuk dan pergi hingga lantai teratas. Mereka menangkap Raja Kebaikan Yang Agung. Para prajurit mengikat tangan raja yang dikalahkan itu dan juga para menteri-menterinya.

Kemudian mereka dibawa ke pekuburan di luar kota. Mereka dikubur hingga batas leher mereka, berdiri tegak, dengan hanya kepala mereka di atas tanah. Bahkan ketika tanah mengubur sekeliling lehernya, sang Bodhisattva tetap tanpa kemarahan dalam pikirannya dan tidak mengatakan apa pun. 
Disiplin dan kepatuhan kepada Raja Kebaikan adalah begitu tinggi sehingga tidak seorang menteri pun berkata satu sama yang lain. Tetapi Raja Kosala tidak memiliki rasa ampun. Ia berkata dengan kasar, "Datanglah malam, biarlah serigala-serigala melakukan yang mereka inginkan!" Dan begitulah hingga malam, pada tengah malam, segerombolan besar serigala berkeliaran di pekuburan itu. Mereka dapat mencium makanan berupa daging segar manusia yang menanti mereka.

Melihat kedatangan gerombolan ini, Raja Kebaikan dan para menterinya berteriak keras dan menakuti serigala-serigala itu. Dua kali ini terjadi. Kemudian para serigala yang cerdas ini menyadari, "Orang-orang ini pastilah ditaruh di sini untuk dibunuh dan dimakan oleh kami." Tidak lagi takut, mereka mengabikan terikan-teriakan. Pemimpin gerombolan serigala berjalan hingga di depan muka Raja Kebaikan. Sang raja menawarkan kerongkongannya pada binatang itu. Tetapi sebelum serigala itu dapat menggigit Beliau, sang raja menangkap dagu serigala itu dengan giginya. Tanpa melukai sang serigala, Raja Kebaikan menggigitnya dengan kencang hingga serigala itu melolong ketakutan. Ini menakutkan para pengikutnya dan mereka semua berlarian.

Sementara itu, sang pemimpin serigala bergerak maju dan mundur, berupaya keras untuk membebaskan dirinya dari rahang perkasa sang raja manusia. Akibat gerakannya, serigala ini melonggarkan tanah yang ada di sekeliling leher dan bahu sang raja. Kemudian Raja Kebaikan melepaskan serigala yang meraung ini. Beliau mampu membebaskan dirinya sendiri dari tanah yang telah longgar dan menarik dirinya sendiri ke atas tanah. Kemudian Beliau membebaskan semua menterinya yang ketakutan.  

Di dekat itu, ada tubuh yang mati. Tubuh ini tergeletak pada perbatasan wilayah yang dikuasai oleh dua setan yang bertentangan. Mereka berdebat atas pembagian tubuh itu, saling mengejek satu sama lain dengan cara yang hanya dapat dilakukan oleh setan.

Kemudian salah satu setan berkata, "Kenapa kita terus bertengkar? Di sana ada Raja Kebaikan Yang Agung dari Benares. Beliau terkenal di seluruh alam atas kebijakannya. Beliau akan membagi tubuh ini untuk kita." Mereka menarik tubuh itu ke hadapan sang Raja dan meminta Beliau untuk membaginya dengan adil. "Teman-temanku yang baik, saya akan dengan senang hati membagi ini untuk kalian. Tetapi saya kotor dan jorok. Saya harus membersihkan diriku sendiri terlebih dahulu."

Kedua setan itu menggunakan kekuatan gaib mereka untuk membawa air yang segar, parfum, baju, perhiasan dan bunga-bunga untuk sang raja dari istana Beliau di Benares. Beliau mandi, mewangikan dirinya sendiri, berpakaian, dan menutupi dirinya sendiri dengan perhiasan dan untaian bunga.

Setan-setan itu bertanya kepada Raja Kebaikan apakah ada hal lain yang dapat mereka lakukan. Beliau menjawab bahwa ia lapar. Jadi, sekali lagi dengan kekuatan gaib mereka, setan-setan itu membawa nasi berbumbu yang paling lezat dalam mangkuk emas dan air minum wangi dengan menggunakan gelas emas - juga dari istana kerajaan di Benares.

Ketika Beliau telah puas, Raja Kebaikan meminta mereka untuk membawakan Beliau pedang kerajaan dari bawah bantal Raja Kosala, yang sedang tidur di istana Benares. Dengan kekuatan gaib, hal ini juga dengan mudah terlaksana. Kemudian sang Raja menggunakan pedang itu untuk memotong tubuh mati itu menjadi dua bagian, tepat di tulang belakang. Beliau membersihkan pedang kerajaan dan menyampirkannya di pinggang.

Setan-setan yang kelaparan itu dengan gembira memakan tubuh mati yang dibagi dengan adil tersebut. Kemudian mereka dengan penuh hormat berkata kepada Raja Kebaikan, "Sekarang perut kami telah penuh, apakah ada hal lain yang dapat kami lakukan untuk menyenangkan kamu?" Beliau menjawab, "Dengan kekuatan gaibmu, bawalah saya ke tempat tidur saya sendiri di istana tepat di samping Raja Kosala. Juga, tariklah semua menteri-menteriku dan kembalikan mereka ke rumah mereka." Tanpa sepatah kata pun, setan-setan itu melakukan persis seperti permintaan sang Raja. 

Saat itu, Raja Kosala sedang tertidur di tempat tidur kerajaan. Raja Kebaikan Yang Agung dengan lembut menyentuh perut Raja yang sedang tidur itu dengan pedang kerajaan. Sang Raja terbangun dengan sangat terkejut. Dalam cahaya lampu yang redup, ia ketakukan melihat Raja Kebaikan di sampingnya dengan pedang di tangan. Ia sampai menggosok matanya untuk memastikan ia tidak sedang bermimpi buruk!

Kemudian ia bertanya kepada sang Raja agung, "Rajaku, bagaimana kamu dapat sampai di sini dengan seluruh prajuritku berjaga? Kamu telah dikubur hingga lehermu di pekuburan - bagaimana kamu dapat bersih tanpa noda, berbau wangi, berpakaian dalam jubah kerajaanmu, dan memakai perhiasan yang gemerlap serta untaian bunga yang indah?"

Raja Kebaikan menceritakan padanya tentang perjuangannya dari gerombolan serigala. Beliau juga menceritakan tentang kedua setan yang datang kepada Beliau untuk menyelesaikan pertengkaran mereka. Dan Beliau berkata betapa mereka dengan penuh terima kasih membantunya dengan kekuatan gaib mereka. Mendengar hal ini, Raja Kosala diliputi oleh perasaan malu. Ia membungkukkan kepalanya kepada Raja Kebaikan Yang Agung dan berteriak, "Oh Raja agung, setan-setan kejam yang bodoh itu, yang hidup dengan memakan daging dan meminum darah tubuh mati - mereka tahu akan kebaikanmu yang agung. Tetapi saya, yang cukup beruntung untuk terlahir sebagai manusia yang cerdas dan beradab - Saya terlalu bodoh untuk melihat bagaimana menakjubkannya kebaikanmu yang murni."

"Saya berjanji tidak akan pernah berencana untuk melawanmu lagi, rajaku - kamu telah mencapai tanpa merugikan yang demikian sempurna. Dan saya berjanji untuk melayanimu selamanya sebagai temanmu yang sejati. Mohon maafkan aku, Raja agung." Kemudian, sebagaimana seorang pelayan, Raja Kosala membaringkan Raja Kebaikan Yang Agung di tempat tidur kerajaannya, sedangkan dirinya sendiri berbaring di atas dipan kecil.

Hari berikutnya, Raja Kosala memanggil semua prajuritnya ke halaman kerajaan. Di sana, ia mengumumkan pujian kepada Raja Benares dan memohon maaf sekali lagi. Ia mengembalikan kerajaan itu dan berjanji bahwa ia akan selalu melindungi Raja Kebaikan. Kemudian ia menghukum penasehatnya itu, menteri yang jahat, dan kembali ke Kosala dengan semua prajurit dan gajahnya.

Raja Kebaikan Yang Agung duduk dengan penuh keagungan di atas tahta emasnya, dengan kaki tahta seperti kaki rusa. Beliau dipayungi dengan payung kerajaan yang putih cemerlang. Beliau mengajarkan para pengikut setianya dengan berkata, "Orang-orang Benares, kebajikan dimulai dengan tidak melakukan lima tindakan tidak bajik sama sekali. Kualitas tertinggi dari orang baik, apakah penguasa atau pengikutnya, adalah kebaikan hati dan kasih sayang. Dipenuhi dengan kualitas-kualitas ini, seseorang tidak akan merugikan yang lain - tidak masalah apa pun alasan atau harganya. Tidak masalah betapa berbahaya ancaman yang ada, seseorang harus tabah hingga keagungan kebaikan hati menang pada akhirnya."

Di seluruh wilayah kekuasaannya, orang-orang Benares hidup dengan damai dan bahagia. Raja Kebaikan Yang Agung melanjutkan perbuatan-perbuatan bajik. Akhirnya Beliau meninggal dan terlahir kembali sebagaimana yang Beliau inginkan.

Jataka 57_ Kisah Monyet dan Buaya

Jataka 57
KISAH MONYET DAN BUAYA



Suatu ketika, seekor monyet berdiam di pinggir sungai. Dia sangat kuat dan peloncat yang hebat. Ditengah sungai ada sebuah pulau yang indah yang dipenuhi buah mangga, nangka dan banyak pohon buah-buahan yang lain. Di tengah tengah antara pulau dan pinggir sungai terdapat batu karang. Meskipun kelihatannya tak mungkin, si monyet biasanya melompat dari pinggir sungai ke batu karang kemudian dari batu karang ke pulau itu.

Dia bisa memakan buah sepanjang hari dan kemudian kembali ke rumah dengan rute yang sama setiap sore. Di dekat situ ada pasangan Pak Buaya dan Bu Buaya. Mereka sedang mengerami telur bayi buaya pertama mereka. Karena hamilnya, Bu Buaya kadang kadang menginginkan makanan yang aneh. Sehingga ia meminta hal hal yang aneh kepada suaminya yang setia. Bu Buaya sering terkagum-kagum, seperti hewan hewan lain, dengan cara si monyet melompat bolak-balik ke pulau itu. Suatu hari ia mengidam ingin makan jantung Monyet! Dia mengatakan keinginannya kepada Pak Buaya. Untuk memenuhi keinginannya, dia berjanji akan membawakan jantung monyet saat makan malam. Pak Buaya pergi dan bersandar di bawah batu karang diantara pinggir sungai dan pulau. Dia menunggu si monyet kembali sore itu untuk menangkapnya. Seperti biasanya, si Monyet menghabiskan waktunya di pulau itu. Saat akan kembali ke rumah dari pinggir sungai, dia menyadari bahwa batu karang itu kelihatan bertambah besar, kelihatan lebih tinggi dari air daripada yang pernah diingatnya. Sehingga ia curiga atas kelicikan Pak Buaya. Untuk meyakinkan hal ini, dia berteriak menghadap batu karang itu, “Halo yang disana, Tuan Karang! Apa kabar?” Dia meneriakkan kata-kata ini tiga kali. Kemudian lanjutnya, “Kamu biasanya menjawabku saat aku menanyaimu. Tetapi hari ini kau tidak mengatakan apapun. Ada apa dengan kamu, Tuan Karang?” Pak Buaya berpikir, “Tak salah lagi, pasti batu karang ini biasanya berbicara dengan monyet itu. Aku tak bisa menunggu karang bodoh ini untuk menjawab! Aku akan menjawabnya dan mengibuli monyet itu. Sehingga dia berteriak, “Aku baik-baik saja, Tuan Monyet. Apa yang kau inginkan?” si Monyet bertanya, “Siapa kamu?” Tanpa berpikir, buaya menjawab, “Aku Pak Buaya.” “Kenapa kamu bersandar disana?” tanya Tuan Monyet. Pak Buaya menjawab, “Aku akan mengambil jantungmu! Kamu tak akan bisa lari Tuan Monyet.” Monyet pintar ini berpikir,”Aha! Dia benar – tak ada jalan lain menuju pinggir sungai. Maka aku harus menipunya.” Kemudian dia berteriak dengan lantang, “Pak Buaya, sahabatku, kelihatannya kamu bisa mendapatkan aku. Aku akan memberikan jantungku. Bukalah mulutmu dan ambillah saat aku datang.”

Saat Pak Buaya membuka mulutnya, dia membukanya sebesar mungkin, sehingga matanya tertutup. Saat Tuan Monyet melihat ini, dia langsung melompat ke kepala buaya dan langsung ke pinggir sungai. Saat Pak Buaya menyadari bahwa dia telah tertipu, dia mengakui kemenangan Tuan Monyet. Seperti dalam pertandingan olahraga, dia mengakui kekalahannya. Dia berkata, “Tuan Monyet, tujuanku kepada kamu sebenarnya tidak sungguh-sungguh – aku ingin membunuh dan mengambil jantungmu hanya untuk menyenangkan hati istriku. Tetapi kamu hanya menyelamatkan diri dan tidak menyakiti siapapun. Selamat! Kemudian Pak Buaya kembali ke Bu Buaya. Awalnya Bu Buaya tak senang dengan hal ini, tetapi ketika telur bayi mereka menetas, mereka telah melupakan masalah itu.
Pesan moral :
Pecundang yang baik adalah lelaki sejati.